Aku tiba di sekolah tempatku bekerja pukul 07.05 WIB. Waktu mau ambil minum ke ruang guru (karena tadi habis sarapan gk sempet minum) aku langsung ditanya sama guru kesenian yang tingkahnya selalu kocak dan gokil itu. Dia nanya gini “ Eh..Wan, katanya Elu mau ikut tes masuk kuliah ya ?”, logat jakartanya itu memang tidak bisa dia ubah walaupun sudah lama tinggal di Sumatera. Terus aku jawab “ Iya Pak, rencananya emang gitu”, terpaksa aku pakai bahasa Jakarta juga.
“ Emangnya mau ikut tes apa Wan ?”, dia nanya lagi, sambil bisik – bisik di telinganya aku jawab“Ikut STAN Pak”, aku menjawabnya dengan berbisik karena aku tidak mau banyak orang yang tahu rencanaku itu. Dia yang sedang asyik main game komputer itu bilang lagi sama aku “ Tapi Wan, lebih baik kamu jangan cuma ikut STAN aja, ikut juga tes yang lain”. “ Iya Pak, rencanaku memang gitu”, dan aku jadi teringat dengan ucapan teman dekatku Ican, yang sekarang lagi kuliah di STAN Medan. Dulu waktu aku pertama kali bilang sama dia kalau aku pengen coba ikut STAN dia juga bilang yang sama persis seperti yang dikatakan guru kesenian itu. Maksud mereka baik, yaitu untuk menjaga peluang dan memupuk mentalku. Tapi gak tau kenapa aku tidak begitu tertarik dengan opsi yang lain selain STAN, lagi pula sebenarnya tujuanku ikut STAN adalah semata – mata hanya ingin mencari pengalaman. Karena sejak lulus SMA, sekali pun aku belum pernah ikut tes. Dan aku tau kalau hal itu akan menjadi kelemahanku pada saat tes nanti. Dengan alasan aku belum berpengalaman ikut tes. Tapi di sisi lain aku juga yakin ada sebuah keuntungan yang aku miliki karena hal itu. Susah untuk menjelaskannya keuntungan apa itu, yang jelas aku optimis aku bisa. Karena ini adalah kesempatan pertama dan terakhirku. Dan karena aku tak memiliki beban karena hal ini.
“ Eh..Wan, Elu maunya yang cepat kerja ya ?”, guru kesenian itu nanya lagi. Kali ini aku agak bersemangat menjawabnya “ Ya iyalah Pak, siapa lagi yang gak mau kayak gitu”, aku menjawab sambil berharap ada sebuah solusi atau rekomendasi darinya. “Elu kalo mau cepet kerja ambil seni aja”, dia ngomong lagi. “ Tapi kan aku gak punya jiwa seni Pak”. “Wah..itu mah gampang, entar kan bisa tumbuh sendiri, entar kamu ambil seni tari dulu, terus nanti kalo udah semester 2 pindah ke jurusan lain”. Aku masih gak ngerti maksud omongan guru kesenian itu. Orang bilang aku gak punya jiwa seni, eh…dia masih maksa. Katanya, “ Coba liat di Sumatera ini, gak ada guru seni yang nganggur, apalagi guru tari, wiihh…paling dibutuhkan tuh “. Memang sih, apa yang dia katakan itu benar adanya. Waktu penerimaan PNS kemarin juga rata – rata semua yang berasal dari seni banyak yang lulus. “ Gak bakal nyesel deh kalo kamu ambil seni tari karena di sumatera itu dibutuhkab banget”, tambahnya lagi menyakinkan aku. “Ooohh..iya deh Pak, nanti aku pertimbangkan lagi sarannya “, jawabku sambil berlalu meninggalkannya.
Pelajaran moral nomor 19, “ Kalau mau cepat kerja dan diterima jadi PNS di Pulau Sumatera ambillah jurusan Seni Tari “. :D :D
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TEMBOK KESOMBONGAN
"We build too many walls and not enough bridges" (Kita terlalu banyak membangun dinding, dan tak cukup banyak membangun jembatan...
-
Di desaku, tepatnya di pusat desa yang biasa disebut "Simpang Empat" berdiri kokoh sebuah masjid kebanggaan warga desa kami Tanjun...
-
Sekedar sharing buat teman - teman para penggemar novel karya Andrea Hirata. Beberapa waktu yang lalu telah berhasil diterjemahkan ke dalam ...
kalau di pulau jawa apa mas???? terutama di jakarta :)
BalasHapusMampir ya..
BalasHapusJadi ingat waktu mau lulus SMU dulu.. Sebelum UMPTN, saya pernah ikut tes masuk STAN lho.. Kemarin ujiannya di Medan.. mencoba peruntungan aja siy.. He he.. Untungnya gak lulus.. He he..
Hahaha bisa aja nih si Boss. Jadi kangen waktu pertama-tama lulus smk langsung ikut test di STAN itu bener bener perjuangan saya dengan Ibu saya banget tuh. Thanks
BalasHapus